Jumat, 17 Juni 2011

WANITA DUNIA MASUK SYURGA LEBIH UTAMA DARIPADA BIDADARI SYURGA

♥ Sifat dan keindahan bidadari surga akan melekat pula pada perempuan-perempuan shalihah yang memasuki surga. “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waaqi’ah: 35-37).

Ibnu Abbas berkata, “Wanita-wanita yang dimaksud adalah wanita-wanita dunia yang (diantaranya ada yang)
tua dan beruban.” Qatadah dan Sa’id bin Jubair berkata, “Mereka diciptakan sebagai makhluk baru yang belum pernah ada sebelumnya”. Tafsir ini diperkuat hadits Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Wanita-wanita surga adalah wanita-wanita kalian yang dulunya sudah kabur penglihatannya dan kotor bulu alisnya” (HR. Ats Tsauri).

Apabila perempuan masuk surga, maka Alloh akan mengembalikan usia muda dan kegadisannya. Seorang wanita tua datang kepada Nabi Muhammad Sallallahu 'alaihi Wasallam meminta didoakan agar masuk surga. Nabi menjawabnya dengan sedikit bergurau: “Sesungguhnya tidak ada wanita tua yang masuk surga.” Kemudian terdengar wanita tua itu menangis, lantas beliau Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda, “Beritahu wanita itu, bahwa dia tidak akan memasuki surga dalam keadaan tua. Saat itu adalah hari muda.” Lalu beliau saw membacakan Al Waaqi’ah: 35-37. (HR. At-Tirmidzi, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).

Ibnu Qayyim Al Jauzi berkata bahwa proses penciptaan langsung di surga (tanpa mengalami proses kelahiran) dalam surat Al-Waqi’aah ayat 35, terjadi pada dua jenis wanita penghuni surga, yaitu: bidadari-bidadari surga dan wanita-wanita dunia yang masuk surga. (Tamasya ke Surga. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Darul Falah: 2000 M).

Perempuan dunia yang masuk surga lebih mulia daripada para bidadari. Ibnu Katsir saat membahas surat Al Waaqi’ah mengangkat hadits dari Abul Qasim ath Thabrani yang meriwayatkan bahwa Ummu Salamah berkata, “Aku bertanya kepada Rasululloh Sallallahu 'alaihi Wasallam, ‘Terangkan padaku tentang firman Alloh: uruban atrooban.’ Rasululloh menjawab, ‘Mereka adalah perempuan-perempuan dunia, meskipun ketika wafat dalam keadaan tua renta, namun Alloh swt menjadikan mereka perawan-perawan yang lemah lembut, muda dan sebaya, serta besar rasa cintanya.’ Aku bertanya, ‘Ya Rasululloh, siapa yang lebih utama antara perempuan dunia dan bidadari surga?’ Rasululloh menjawab, ‘perempuan-perempuan dunia (yang beriman) lebih utama dari bidadari surga seperti keutamaan yang tampak dari yang tidak tampak, hal itu karena ibadah dan ketaatan mereka di dunia, Alloh swt akan mengenakan cahaya pada mereka, mereka kekal dan dalam keridhoan.’ Aku bertanya lagi, ‘Ya Rasululloh, ada salah seorang dari kami menikah sampai empat kali. Jika dia masuk surga dan keempat suaminya pun masuk surga, maka siapakah nanti yang akan menjadi pasangannya?’ Rasululloh Sallallahu 'alaihi Wasallam menjawab, ‘Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu diapun memilih siapa di antara mereka yang paling baik akhlaqnya. Lalu dia berkata, “Rabbi, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya” … ‘Wahai Ummu Salamah, akhlaq yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir dalam pembahasan surat Al-Waqi’aah).

Itulah mengapa para ulama menyatakan tidak ada bidadari lelaki (bidadara) di surga, karena perempuan-perempuan dunia yang masuk surga akan menikahi laki-laki dunia yang masuk surga. Sebagaimana Ibnu Katsir saat membahas surat At Tahriim menyebutkan hadits Bukhari dan Muslim mengenai kesempurnaan Asiah istri Firaun, Maryam binti Imron, dan Khadijah binti Khuwailid. Ibnu Katsir juga mengangkat hadits lain bahwa Asiah istri Firaun dan Maryam binti Imron akan menjadi istri Rasululloh saw di surga bersama perempuan-perempuan yang menjadi istri Rasululloh di dunia. Sedangkan bidadari-bidadari surga pada dasarnya hanyalah selir, dayang dan pelayan. Sementara perempuan-perempuan dunia yang masuk surga yang akan menjadi permaisuri, ratu dan istri utama dari laki-laki dunia yang masuk surga, mereka lebih cantik, saleh, dan berakhlak mulia. Imam Al-Qurthuby dalam kitab tafsirnya menyebutkan beberapa atsar bahwa wanita dunia saat berada di surga akan jauh lebih cantik melebihi bidadari-bidadari surga, ini karena kesungguhan mereka dalam beribadah kepada Alloh Azza Wa Jalla (Lihat Tafsir Al-Qurthuby) Selengkapnya...

Jumat, 18 Februari 2011

SOTO AYAM ALA SOLO


Libur kerja iseng-iseng minta resep masakan ke teman, selain untuk membahagiakan suami dan anak juga untuk menambah ilmu. Setelah dicoba ternyata rasanya lumayan juga. Buat temen-temen yang ingin mencobanya, ini saya bagikan resepnya.

BAHAN

- daging ayam               ½ kg
- kemiri                          2 biji
- bawang putih               5 siung
- daun jeruk                   3 lembar
- daun salam                  1 lembar
- sere                            1 batang
- merica                         5 biji
- ketumbar                     sedikit
- jahe                             sedikit
- tomat                           setengah
- garam                          secukupnya
- bawang merah goreng
- penyedap rasa
- mie soto

CARA MEMBUAT

Rebus ayam hingga matang setelah matang kemudian digoreng.

Sambil menunggu ayam matang, bumbu ( bawang putih, kemiri, ketumbar, merica, garam, jahe, daun jeruk ) dihaluskan, khusus daun jeruk jangan sampai halus.

Laos ditimpuk dan dicampurkan dengan bumbu yg sudah dihaluskan tadi, digongso atau digoreng dengan minyak sedikit hingga kering dan berbau harum, pakai api kecil saja.

Tempat yang dipakai menghaluskan bumbu dikasih air sedikit maksudnya agar tidak ada bumbu yang terbuang, kemudian airnya dipindahkan ke bumbu yang digongso tadi.

Bumbu kemudian campurkan kedalam air yang dipakai merebus ayam (kaldu),

Seledri, sere, daun bawang diikat jadi satu tidak usah dipotong-potong, masukkan, tambah penyedap rasa dan gula sedikit, dipanaskan sampai mendidih sebelum diangkat masukkan tomat separo.

Dan kuah soto siap disajikan, ayam goreng disuwir-suwir

PELENGKAP
- krupuk
- sambal
- jeruk nipis (jika suka)
- bawang goreng
- mie soto
 
selamat mencoba semoga suami anda semakin sayang. Selengkapnya...

Rabu, 29 Desember 2010

ADAB DALAM BERBICARA

Ajaran Islam amat sangat serius memperhatikan soal menjaga lisan sehingga Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: 
"Barangsiapa yang memberi jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada antara dua janggutnya (lisan) dan apa yang ada antara dua kakinya (kemaluannya) maka aku menjamin Surga untuknya." (HR. Al-Bukhari). 

Menjaga Lisan 

Seorang muslim wajib menjaga lisannya, tidak boleh berbicara batil, dusta, menggunjing, mengadu domba dan melontarkan ucapan-ucapan kotor, ringkasnya, dari apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Sebab kata-kata yang merupakan produk lisan memiliki dampak yang luar biasa.

Perang, pertikaian antarnegara atau perseorangan sering terjadi karena perkataan dan provokasi kata. Sebaliknya, ilmu pengetahuan lahir, tumbuh dan berkembang melalui kata-kata. Perdamaian bahkan persaudaraan bisa terjalin melalui kata-kata. Ironinya, banyak orang yang tidak menyadari dampak luar biasa dari kata-kata. Padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
"Sungguh seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang membawa keridhaan Allah, dan dia tidak menyadarinya, tetapi Allah mengangkat dengannya beberapa derajat. Dan sungguh seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang membawa kemurkaan Allah, dan dia tidak mempedulikannya, tetapi ia menjerumuskan-nya ke Neraka Jahannam" (HR. Bukhari)

Hadis Hasan riwayat Imam Ahmad menyebutkan, bahwa semua anggota badan tunduk kepada lisan. Jika lisannya lurus maka anggota badan semuanya lurus, demikian pun sebaliknya. Ath-Thayyibi berkata, lisan adalah penerjemah hati dan penggantinya secara lahiriyah. Karena itu, hadits Imam Ahmad di atas tidak bertentangan dengan sabda Nabi yang lain: "Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal darah, jika ia baik maka baiklah seluruh jasad, dan bila rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, ia adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Berkata Baik Atau Diam

Adab Nabawi dalam berbicara adalah berhati-hati dan memikirkan terlebih dahulu sebelum berkata-kata. Setelah direnungkan bahwa kata-kata itu baik, maka hendaknya ia mengatakannya. Sebaliknya, bila kata-kata yang ingin diucapkannya jelek, maka hendaknya ia menahan diri dan lebih baik diam. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam." (HR. Al-Bukhari).

Adab Nabawi di atas tidak lepas dari prinsip kehidupan seorang muslim yang harus produktif menangguk pahala dan kebaikan sepanjang hidupnya. Menjadikan semua gerak diamnya sebagai ibadah dan sedekah. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: "… Dan kalimat yang baik adalah sedekah. Dan setiap langkah yang ia langkahkan untuk shalat (berjamaah di masjid)adalah sedekah, dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah." (HR. Al-Bukhari).

Sedikit Bicara Lebih Utama

Orang yang senang berbicara lama-lama akan sulit mengendalikan diri dari kesalahan. Kata-kata yang me-luncur bak air mengalir akan mengha-nyutkan apa saja yang diterjangnya, dengan tak terasa akan meluncurkan kata-kata yang baik dan yang buruk. Ka-rena itu Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam melarang kita banyak bicara. Beliau Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda artinya,
"…Dan (Allah) membenci kalian untuk qiila wa qaala." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Imam Nawawi rahimahullah berkata, qiila wa qaala adalah asyik membicarakan berbagai berita tentang seluk beluk seseorang (ngerumpi). Bahkan dalam hadits hasan gharib riwayat Tirmidzi disebutkan, orang yang banyak bicara diancam oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sebagai orang yang paling beliau murkai dan paling jauh tempatnya dari Rasulullah pada hari Kiamat. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu berkata, 'Tidak ada baiknya orang yang banyak bicara.' Umar bin Khathab Radhiallaahu anhu berkata, 'Barangsiapa yang banyak bicaranya, akan banyak kesalahannya.'

Dilarang Membicarakan Setiap Yang Didengar

Dunia kata di tengah umat manusia adalah dunia yang campur aduk. Seperti manusianya sendiri yang beragam dan campur aduk; shalih, fasik, munafik, musyrik dan kafir. Karena itu, kata-kata umat manusia tentu ada yang benar, yang dusta; ada yang baik dan ada yang buruk. Karena itu, ada kaidah dalam Islam soal kata-kata, 'Siapa yang membicarakan setiap apa yang didengarnya, berarti ia adalah pembicara yang dusta'. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam :
"Cukuplah seseorang itu berdosa, jika ia membicarakan setiap apa yang di-dengarnya."
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Cukuplah seseorang itu telah berdusta, jika ia membicarakan setiap apa yang didengarnya." (HR. Muslim).

Jangan Mengutuk dan Berbicara Kotor

Mengutuk dan sumpah serapah dalam kehidupan modern yang serba materialistis sekarang ini seperti menjadi hal yang dianggap biasa. Seorang yang sempurna akhlaknya adalah orang yang paling jauh dari kata-kata kotor, kutukan, sumpah serapah dan kata-kata keji lainnya. Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu meriwayatkan, Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

"Seorang mukmin itu bukanlah seorang yang tha'an, pelaknat, (juga bukan) yang berkata keji dan kotor." (HR. Bukhari).
Tha'an adalah orang yang suka-merendahkan kehormatan manusia, dengan mencaci, menggunjing dan sebagainya.

Melaknat atau mengutuk adalah do’a agar seseorang dijauhkan dari rahmat Allah. Imam Nawawi rahima-hullah berkata, 'Mendo’akan agar seseorang dijauhkan dari rahmat Allah bukanlah akhlak orang-orang beriman. Sebab Allah menyifati mereka dengan rahmat (kasih sayang) di antara mereka dan saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa. Mereka dijadikan Allah sebagai orang-orang yang seperti bangunan, satu sama lain saling menguatkan, juga diumpamakan sebagaimana satu tubuh. Seorang mukmin adalah orang yang mencintai saudara mukminnya yang lain sebagai-mana ia mencintai dirinya sendiri. Maka, jika ada orang yang mendo’akan saudara muslimnya dengan laknat (dijauhkan dari rahmat Allah), itu berarti pemutusan hubungan secara total. Padahal laknat adalah puncak doa seorang mukmin terhadap orang kafir. Karena itu disebutkan dalam hadits shahih:
"Melaknat seorang mukmin adalah sama dengan membunuhnya." (HR. Bukhari). Sebab seorang pembunuh memutus-kan orang yang dibunuhnya dari berbagai manfaat duniawi. Sedangkan orang yang melaknat memutuskan orang yang dilaknatnya dari rahmat Allah dan kenikmatan akhirat.

Jangan Senang Berdebat Meski Benar

Saat ini, di alam yang katanya demokrasi, perdebatan menjadi hal yang lumrah bahkan malah digalakkan. debat calon presiden, debat calon gubernur dan seterusnya. Pada kasus-kasus tertentu, menjelaskan argumen-tasi untuk menerangkan kebenaran yang berdasarkan ilmu dan keyakinan memang diperlukan dan berguna.

Tetapi, berdebat yang didasari ketidak-tahuan, ramalan, masalah ghaib atau dalam hal yang tidak berguna seperti tentang jumlah Ashhabul Kahfi atau yang sejenisnya maka hal itu hanya membuang-buang waktu dan berpe-ngaruh pada retaknya persaudaraan. (Lihat Tafsir Sa'di, 5/24, surat Kahfi: 22)

Maka, jangan sampai seorang mukmin hobi berdebat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
"Saya adalah penjamin di rumah yang ada di sekeliling Surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan, meski dia benar. Dan di tengah-tengah Surga bagi orang yang meninggalkan dusta, meskipun dia bergurau. Juga di Surga yang tertinggi bagi orang yang baik akh-laknya." (HR. Abu Daud, dihasankan oleh Al-Albani).

Dilarang Berdusta Untuk Membuat Orang Tertawa

Dunia hiburan (entertainment) menjadi dunia yang digandrungi oleh sebagian besar umat manusia.
Salah satu jenis hiburan yang digandrungi orang untuk menghilangkan stress dan beban hidup yang berat adalah lawak. Dengan suguhan lawak ini orang menjadi tertawa terbahak-bahak, padahal di dalamnya campur baur antara kebenaran dan kedustaan, seperti memaksa diri dengan mengarang cerita bohong agar orang tertawa. Mereka inilah yang mendapat ancaman melalui lisan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dengan sabda beliau:
"Celakalah orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang-orang tertawa. Celakalah dia, dan celakalah dia!" (HR. Abu Daud, dihasankan oleh Al-Albani).

Merendahkan Suara Ketika Berbicara

Meninggikan suaranya, berteriak dan membentak. Dalam pergaulan sosial, tentu orang yang semacam ini sangat dibenci. Bila sebagai pemimpin, maka dia adalah pemimpin yang ditakuti oleh bawahannya. Bukan karena kewibawaan dan keteladanannya, tapi karena suaranya yang menakutkan. Bila sebagai bawahan, maka dia adalah orang yang tak tahu diri.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan, 'Orang yang meninggikan suaranya terhadap orang lain, maka tentu semua orang yang berakal menge-tahui, bahwa orang tersebut bukanlah orang yang terhormat.' Ibnu Zaid berkata, 'Seandainya mengeraskan suara (dalam berbicara), adalah hal yang baik, tentu Allah tidak menjadikannya sebagai suara keledai.' Abdurrahman As-Sa'di berkata, 'Tidak diragukan lagi, bahwa (orang yang) meninggikan suara kepada orang lain adalah orang yang tidak beradab dan tidak menghormati orang lain.'

Karena itulah termasuk adab berbicara dalam Islam adalah merendahkan suara ketika berbicara. Allah berfirman, artinya: "Dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai." (QS. Luqman: 19).
(sumber oleh : Ainul Haris)
Selengkapnya...

Senin, 27 Desember 2010

AURAT WANITA


PENGERTIAN AURAT

Aurat adalah bagian dari tubuh manusia yang dilarang untuk diperlihatkan, kecuali apa yang diperbolehkan Allah dan rasulnya. Juga bisa berarti sesuatu yang apabila ditampakkan akan menimbulkan aib.

BATASAN AURAT

Dalam sebuah hadist:
Telah berkata ‘Aisyah:Sesungguhnya Asma’ Binti Abu Bakar menemui Nabi dengan menggunakan busana yang tipis, maka Nabi saw berpaling dari padanya dan bersabda, “Hai Asma’, sesungguhnya apabila wanita itu telah baligh (sudah haidh) maka tidak boleh dilihat dari padanya kecuali ini dan ini, sambil mengisaratkan kepada muka dan telapak tangannya. (HR. Abu Dawud)

AURAT WANITA DI DALAM RUMAH

A. Di hadapan famili yang menjadi mahramnya seorang wanita boleh menampakkan auratnya. Para mahram tersebut sebagaimana yang diterangkan Allah di dalam kitab-Nya.:
1. Suami
2. Ayah
3. Ayah suami (mertua)
4. Anak kandung
5. Anak suami (anak tiri)
6. Anak kandung
7. Anak suudara perempuan
8. Wanita-wanita muslimah
9. Budak-budak yang dimiliki
10. Anak-anak saudara kandung
11. Pelayan yang sudah tua, yang sudah tidak lagi memiliki syahwat terhadap wanita
12. Anak-anak kecil yang belum mengerti akan aurat wanita.

Hal ini disebutkan dalam firman Allah Surat An Nur:31 yang artinya:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

B. Adapun di hadapan selain mahram meskipun di dalam rumah, tidak boleh menampakkan aurat, artinya bahwa kedudukannya sama dengan di luar rumah dimana seorang wanita wajib untuk menutupnya.

AURAT WANITA DI LUAR RUMAH

Allah berfirman :
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab:59)

“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nur:60)

Aisyah berkata, “mudah-mudahan Allah mengasihi wanita-wanita yang turut hijrah dahulu, ketika Allah menurunkan ayat,”Dan hendaklah wanita-wanita mukmin itu mengulurkan jilbabnya di atas dada dan leher mereka, mereka sama merobek kain-kain mereka lalu mereka lalu mereka gunakan kain-kain itu sebagai kudung (kepala mereka). (HR. Bukhari)

Kata Ummu Salamah:”Saya pernah bertanya kepada Nabi, “Ya Rasulullah, bagaimana perempuan-perempuan akan berbuat dengan kain-kain mereka yang disebelah bawah?” Beliau bersabda: “Hendaklah mereka memanjangkan barang sejengkal !, aku bertanya lagi , jika masih terbuka kaki-kaki mereka ? Sabda Rasul, “Maka hendaklah mereka memanjangkan lagi sehasta dan janganlah menambahkan lagi atasnya.”

AURAT WANITA DI DALAM SHALAT

Rasulullah saw bersabda:
“Allah tidak akan menerima shalat seorang wanita melainkan tertutup perhiasannya (auratnya). Dan tidak diterima shalat seorang wanita haidh (sudah cukup umurnya) melainkan dengan tudung kepala.” (HR. Thabrani).

“Sesungguhnya Ummu Salamah pernah bertanya kepada Rasulullah saw ,”Bolehkah seorang wanita shalat dengan memakai baju panjang tanpa menggunakan kain panjang?”, sabda Nabi, “boleh saja asalkan menutup kedua kakinya.” (HR. Abu Daud).

Kesimpulan: aurat wanita di dalam shalat adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan, dengan demikian tidak sah shalat seorang wanita yang telah baligh kecuali denan menggunakan busana yang menutup seluruh aurat.
Selengkapnya...

Sabtu, 25 Desember 2010

PERILAKU DURHAKA ISTRI KEPADA SUAMI

…“Sesungguhnya hak suami terhadap istrinya yaitu jika suami menghendaki dirinya, sekalipun dia berada di atas kendaraan, ia tidak mencegah dirinya untuk datang, dan hak suami atas istrinya yaitu, istrinya tidak boleh puasa sunnah tanpa izin suaminya, jika terus melakukannya, ia hanya mendapatkan lapar dan haus dan tidak diterima puasa yang  dilakukannya itu, dan tidak boleh keluar rumah tanpa izinnya, jika ia terus keluar, maka malaikat langit dan malaikat rahmat serta malaikat adzab akan mengutuknya sampai ia pulang.”….

Wanita shalihah harus berusaha untuk dapat mendapat ridho Allah swt dan menjauhi hal-hal yang dapat mendatangkan kemurkaan-Nya, untuk itu wanita shalihah harus mengetahui apa saja yang termasuk perbuatan durhaka istri kepada suami.

Dengan mengetahuinya,  semoga bisa menghindarinya dan kita tidak masuk ke dalam golongan orang-orang yang dimurkai Allah. 

Perilaku durhaka istri kepada suami, antara lain :

 1. Mengabaikan wewenang suami

dalam hadist disebutkan “ Dari Aisyah ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda :”Sekiranya aku memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan seorang istri bersujud kepada suaminya, Sekiranya seorang suami menyuruh istrinya memindahkan bukit merah ke bukit putih dan dari bukit putih ke bukit merah, tentu kewajibannya ialah melaksanakan (perintah) itu,” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

seorang suami mempunyai wewenang mengendalikan pemerintahan dalam rumah tangga sedang istri melaksanakan perintah perintah suaminya selama perintah itu tidak bertentangan dengan aturan islam, dan suami tidak boleh memberatkan istrinya diluar batas kemampuannya.

2. Menentang perintah suami

Dari ‘Abdillah bin Abu Aufa, ia berkata: Tatkala Mu’adz tiba dari Syam, sujudlah ia kepad Nabi saw, lalu beliau bertanya : “Apakah ini, hai Mu’adz?” Mu’adz menjawab “ Aku telas datang ke Syam, kemudian kujumpai mereka bersujud kepada uskup-uskup dan panglima-panglima mereka, lalu aku ragu-ragu dalam hatiku untuk berbuat seperti itu terhadap engkau,.” Kemudian Rasulullah saw bersabda “Janganlah engkau lakukan itu, karena sesungguhnya seandainya aku (boleh) menyuruh seseorang sujud kepada selain Allah, tentu akan aku suruh perempuan sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang diri Muhammad dalam kekuasaan-Nya, tidaklah seorang perempuan menunaikan hak Tuhannya, sehingga ia menunaikan hak suaminya dan seandainya suaminya menghendaki dirinya, sedang ia diatas kendaraan, maka tidak boleh ia menolaknya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Dalam rumah tangga perintah dan larangan yang harus ditaati seorang istri adalah perintah dan larangan suaminya, selama perintah dan larangan itu tidak bertentangan dengan ajaran islam atau tidak untuk berbuat durhaka kepada Allah dan rasulNya.

3. Enggan memenuhi kebutuhan seksual suami

Dari Abu Hurairah ra, ujarnya : Rasulullah saw bersabda “Apabila seorang suami mengajak istrinya ketempat tidurnya, tetapi ia menolak untuk datang, lalu suaminya tidur semalam dalam keadaan marah kepadanya, maka wanita itu dilaknat oleh malaikat sampai subuh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadist lain
Dari Ibnu ‘Umar, ujarnya: Rasulullah saw bersabda:”Allah melaknat wanita yang menunda-nunda, yaitu seorang istri ketika diajak suaminya ke tempat tidurnya menjawab :’ Nanti dulu’, sehingga suaminya tertidur sendirian.” (HR.Khatib)

Dari Zaid bin Arqam ra, ujarnya:”Rasulullah saw bersabda:”Seorang istri tidaklah dikatakan menunaikan hak Allah yang dipikulkannya hingga ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya minta ia dating ketika ia berada di atas kendaraan, dia tidak keberatan untuk mendatanginya.” (HR. Thabarani)

4. Tidak mau menemani suami tidur

Dari Abu Hurairah ra, ujarnya:Rasulullah saw bersabda: “…bila seorang istri semalaman tidur berpisah dari ranjang suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai subuh.” (HR. Bukhari)

Dari Ibnu Abbas, dari Nabi saw , sabdanya “Tiga golongan yang shalatnya tidak melebihi sejengkal diatas kepalanya, yaitu seorang laki-laki yang mengimami shalat suatu kaum, tetapi kaum itu sendiri tidak senang kepadanya, seorang wanita yang semalaman tidur sendirian, sedang suaminya marah kepadanya, dan dua orang yang saling bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban; dan lafadz hadist ini pada Ibnu Hibban)

5. Memberatkan beban belanja suami

Allah berfirman dalam surah Ath Thalaaq ayat 7, “ Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”

Istri harus realistis menilai kemampuan suaminya, janganlah menuntut dan membebani suaminya diluar batas kemampuaannya, yang akhirnya bisa mendorong suami untuk menempuh jalan yang diharamkan. Ini adalah bentuk kedurhakaan istri kepada suaminya.

6. Tidak mau bersolek untuk suaminya

Dari Jabir, ujarnya : Kami pernah menyertai Nabi saw dalam suatu peperangan, kemudian tatkala kami pulang kembali ke Madinah, kami meninggalkan tempat tersebut untuk pulang ke rumah, tetapi beliau kemudian bersabda:”Tangguhkanlah sampai masuk malam, yaitu waktu Isya’, supaya (istri-istri) menyisir rambutnya yang kusut dan (istri) yang lama ditinggal bisa mempercantik diri.” (HR. Bukhari)

Di sebutkan dalam hadist berikut : daru Karimah binti Hamam,d ia bertanya kepada Aisyah ra :”Bagaimana pendapat anda, ummul mukminin, tentang pemakaian pacar?” Ujarnya: “Kekasihku, Rasulullah saw, dahulu suka kepada warnanya, tetapi tidak menyukai baunya, dan tidak melarang kalian menggunakannya antara dua masa haidl atau setiap saat dating haidl (HR Ahmad)

Para istri diperintahkan berkhidmat kepada suaminya termasuk diadalamnya mengurus dirinya sendiri dengan berhias dan berdandan, sehingga dapat menyenangkan hati dan menimbulkan gairah suaminya.

Akan tetapi apabila istri keluar bersolek dan berdandan keluar rumah dengan wewangian atau pakaian yang menarik syahwat maka ia telah melakukan kedurhakaan kepada suaminya.

7. Merusak kehidupan agama suami

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, sesungguhnya Rasulullah saw, bersabda:”Dunia ini adalah perhiasan, dan perhiasan yang terbaik di dunia ini ialah istri yang membantu suaminya dalam urusan akhiratnya.” (HR. Ruzain)

8. Mengenyampingkan kepentingan suami

Dari Ibnu ‘Abbas, ujarnya : Seorang wanita datang kepada Nabi saw, lalud ia berkata:”Sata adalah utusan kaum wanita kepada tuan, baik dia tahu ataupun tidak, tentu ia ingin bertemu dengan tuan. Allah adalah Tuhan bagi kaum laki-laki maupun kaum wanita. Tuan juga Rasul Allah kepada kaum laki-laki dan wanita. Allah mewajibkan jihad kepada kaum laki-laki. Kalau mereka menang mereka mendapat harta rampasan perang. Kalau mereka mati syahid, mereka hidup disisi Tuhan mereka dengan mendapat rizki. Lalu amal shalih apa yang menyamai perbuatan mereka itu ?” Lalu sabdanya: “Ketaatan seorang istri kepada suaminya dan pengakuannya atas hak-hak suaminya. Tetapi sangat sedikit di antara kamu sekalian yang dapat melakukannya.” (HR. Thabarani)

9. Keluar rumah tanpa izin suami

Dari Ibnu ‘Abbas ra, sesungguhnya seorang wanita dari suku Khats’am dating kepada Rasulullah saw, ujarnya:” Wahai Rasulullah, sampaikanlah kepadaku keterangan, apa hak suami terhadap istrinya, karena aku seorang wanita janda. Jika aku sanggup, aku akan kawin lagi, jika tidak, aku akan tetap menjanda,” Sabdanya: “Sesungguhnya hak suami terhadap istrinya yaitu jika suami menghendaki dirinya, sekalipun dia berada d atas kendaraan, ia tidak mencegah dirinya untuk dating, dan hak suami atas istrinya yaitu, istrinya tidak boleh puasa sunnah tanpa izin suaminya, jika terus melakukannya, ia hanya mendapatkan lapar dan haus dan tidak diterima puasa yang dilakukannya itu, dan tidak boleh keluar rumah tanpa izinnya, jika ia terus keluar, maka malaikat langit dan malaikat rahmat serta malaikat adzab akan mengutuknya sampai ia pulang.” Ujarnya:” Tidak mengapa, tetapi saya tidak akan kawin lagi selama-lamanya.” (HR. Thabarani)

10. Melarikan diri dari rumah suami

Rasulullah saw, bersabda:”Dua golongan yang shalatnya tidak bermanfaat bagi dirinya, yaitu hamba yang melarikan diri dari rumah tuannya sampai ia pulang, dan istri yang melarikan diri dari rumah suaminya sampai ia kembali. (HR. Hakim, dari Ibnu Umar)

Dari Ibnu ‘Umar ra, ujarnya:”Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda:”Sesungguhnya istri yang keluar dari rumahnya, sedang suaminya tidak menyenanginya, maka semua malaikat di langit melaknatnya, juga semua makhluk yang dilaluinya, selain jin dan manusia, sampai ia pulang kembali.” (HR. Thabarani)

11. Menerima tamu lelaki yang tidak disukai suami

Dari ‘Amr bin Ahwash Al-Jusyami ra, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah saw berkhutbah pada haji wada’. Sesudah mengucap hamdalah, kemudian memuji Allah, lalu beliau memberikan nasihat dan peringatan, Beliau bersabda:”Ketahuilah, hendaklah kamu berpesan kepada istri-istrimu dengan baik. Karena mereka itu adalah ibarat seorang tawanan di sisi kamu, yang kamu sekalian tidaklah memiliki kekuasaan sedikitpun lebih dari itu, kecuali kalau mereka melakukan perbuatan keji dengan terang-terangan. Jika ternyata ia melakukan hal itu, maka kurunglah dia di kamar tidurnya dan pukullah dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Jika mereka sudah mentaati kamu, janganlah kamu mencari-cari alas an. Ketahuilah, bahwa kamu mempunyai hak terhadap istri-istri kamu dan istri-istri kamupun mempunyai hak terhadap diri kamu. Hak kamu atas mereka yaitu mereka tidak boleh mengizinkan seseorang yang tidak kamu sukai untuk menempati tempat tidur kamu, dan tidak boleh mereka mengizinkan orang yang tidak kamu sukai masuk ke dalam rumah kamu. Ketahuilah, hak mereka terhadap diri kamu yaitu kamu memberi pakaian dan makanan kepada mereka yang baik-baik. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, Hadist Hasan Shahih)

12. Tidak menolak jamahan lelaki lain

Dari Ibnu ‘Abbas, sesungguhnya seseorang laki-laki dating kepada Nabi saw, lalu ujarnya:”Sesungguhnya istriku tidak menolak tangan orang yang menjamahnya.” Sabdanya”Ceraikanlah dia!” Ujarnya:”Saya khawatir hati saya mengejarnya.” Sabdanya:”Kalau begitu bersenang-senanglah dengannya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Bazaar)

13. Tidak mau merawat suami ketika sakit

Dari Anas bin Malik, ujarnya:” ….beberapa sahabat Nabi saw berkata kepadanya:Wahai Rasulullah, hewan ternak ini tidak berakal, tetapi sujud kepada tuan. Kami adalah makhluk berakal, maka sepatutnya kamipun bersujud kepada tuan, sabdanya:”Tidak patut seseorang sujud kepada orang lain. Sekiranya seseorang boleh sujud kepada orang lain, tentu aku akan suruh seorang istri sujud kepada suami, karena besarnya hak suami atas istrinya. Sekiranya suami menderita luka dari ujung kaki sampai ujung kepalanya berbau busuk dan nanah meleleh pada tubuhnya, kemudian istrinya dating kepadanya dan menjilatnya sampai kering, maka baktinya seperti itu belum berarti dapat menunaikan hak suaminya (sepenuhnya).” (HR. Ahmad dan Nasa’i)

14. Puasa sunnah tanpa izin suami saat suami di rumah

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda,”Seorang istri tidak halal berpuasa ketika suami ada di rumah tanpa izinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadist lain disebutkan, Nabi bersabda:”Seorang istri tidak boleh berpuasa ketika suaminya ada di rumah walaupun satu hari, di luar Puasa Ramadhan, kecuali dengan izinnya.” (HR. Lima Ahli Hadist, kecuali Nasa’i)

15. Menceritakan seluk beluk fisik wanita lain kepada suami

Dari Ibnu Mas’ud, ujarnya:”Rasulullah saw bersabda:”Seorang wanita tidak boleh bergaul dengan wanita lain, kemudia ia menceritakan kepada suaminya keadaan wanita itu, sehingga suaminya seolah-olah melihat wanita tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

16. Menolak kedatangan suami bergilir kepadanya

Dari Mu’adz bin Jabal ra, dari Nabi saw, sabdanya:”Seorang istri yang menyakiti suaminya di dunia ini, kelak pasti istrinya yang dari kalangan bidadari akan mengatakan:”Janganlah engkau sakiti dia, karena Allah akan membinasakan kamu. Dia berada di sisimu untuk sementara dan hamper-hampir saja ia akan berpisah dari dirimu untuk berkumpul dengan kami.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, Hadist hasan)

17. Mentaati perintah orang lain di rumah suami

Dari Mu’adz bin Jabal, dari Nabi saw, sabdanya:”Tidak halal seseorang istri yang beriman kepada Allah mengizinkan seseorang berada di rumahnya, padahal suaminya tidak merelakannya. Ia juga tidak boleh keluar rumah bila suami tidak mengizinkannya, tidak boleh mentaati seseorang (selain suaminya di rumah suaminya), tidak boleh meninggalkan tempat tidurnya dan tidak boleh memukulnya…” (HR. Hakim)

18. Menyuruh suami menceraikan madunya

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya telah sampai kepadanya bahwa Nabi saw bersabda: ”Seorang wanita tidak boleh meminta suaminya menceraikan istrinya (yang lain) supaya berkecukupan tempat makannya (nafkahnya).” (HR. Tirmidzi)

19. Minta cerai tanpa alasan yang sah

Nabi saw bersabda :”Seorang wanita yang minta cerai dari suaminya tanpa suatu alas an sah, maka ia tidak akan mencium baunya surga.” (HR. Tirmidzi)

20. Mengambil harta suami tanpa izinnya

Dari Abu Umamah Al-Bahili, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Seorang istri tidak boleh mengeluarkan sedekah dari rumahnya tanpa izin suaminya.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan makanan? Sabdanya:”Makanan itu adalah harta kita yang sebaik-baiknya.” (HR. Ibnu Majah)

Dari ‘Aisyah, ujarnya: “Hindun (Istri Abu Sufyan) dating kepada Nabi saw, ujarnya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan seorang yang kikir, tidak mau memberi belanja kepadaku dan anakku dengan cukup, kecuali kalau aku mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya,” lalu sabdanya: “Ambillah sekedar mencukupi kamu dan anakmu dengan cara yang baik.

Semoga Allah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita terhindar dari segala sesuatu yang mendatangkan kemurkaan Allah.

“Ya Allah, tolonglah kami dalam segala urusan kami, tunjuki kami dengan cahaya-Mu”

dikutip dari tulisan Drs. M Thalib dalam bukunya “ 20 perilaku durhaka istri kepada suami.”
Selengkapnya...

Jumat, 24 Desember 2010

HUKUM KHUSUS SEPUTAR KEHIDUPAN WANITA SHALIHAH


Diantara hukum-hukum khusus seputar perhiasan jasmani wanita adalah:

  • 1. Disunnahkan bagi wanita mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan, yang terbaik melakukan hal itu pada setiap pekan atau tidak dibiarkan lebih dari 40 hari.
  • 2. Dianjurkan bagi wanita muslimah membiarkan rambutnya panjang dan diharamkan mencukurnya kecuali dalam keadaan terpaksa (darurat), adapun memotongnya karena suatu kebutuhan bukan karena untuk berhias, seperti karena memberatkan  dalam merawatnya atau kalau terlalu panjang akan mengganggu, tidak ada masalah memotongnya sebatas kebutuhan , sebagaimana ini dilakukan istri-istri nabi sepeninggal Beliau. Mereka tidak berhias dan tidak juga memanjangkan rambut.
  • 3. Adapun jika tujuan wanita itu memotong rambut untuk meniru para wanita kafir dan fasik atau untuk meniru kaum laki-laki, hal ini jelas haram tanpa keraguan.
  • 4. Dilarang menyambung dan menambah rambutnya dengan rambut lain, sebagaimana hadist yang terdapat dalam shahih Bukhari dan Muslim "Rasulullah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita tukang sambung rambut. 5. Diharamkan menghilangkan kedua bulu mata atau sebagiannya dengan cara apapun, baik dipotong, dicukur atau dengan menggunakan obat yang bisa menghilangkan pertumbuhannya, baik seluruhnya atau sebagiannya. karena Nabi saw telah melaknat hal ini . Sungguh Nabi saw telah melaknat An Namishah dan Mutanamishah" yang dimaksud dengan An-Namishah adalah wanita yang menghilangkan semua atau sebagian bulu mata (alis) dengan anggapan untuk berhias. Sedangkan AL Mutanamishah pemotong atau pencukur bulu mata (alis). Hal ini adalah merubah bentuk ciptaan Allah, karena setan telah bersumpah untuk memerintah anak cucu Adam supaya melakukan itu, sebagaimana Allah sebutkan dalam firmanNya: "..dan benar-benar akan aku perintah mereka merubah ciptaan Allah, lalu benar-benar mereka merubahnya." (QS. An-Nisa':119) 6. Diharamkan memangur giginya untuk keperluan berhias, yaitu mengikir dengan menggunakan kikir sehingga antara gigi yang satu dengan lainnya terdapat celah yang jelas, dengan maksud untuk memperindah dan mempercantik diri. Adapun jika gigi-gigi itu memang jelek dan memerlukan perbaikan atau perataan atau karena ada gangguan, maka memangur untuk keperluan ini tidak mengapa. 7. Diharamkan bagi wanita muslimah mentato tubuhnya, karena Nabi saw telah melaknat wanita yang mentato dan wanita tukang tato. 8. Adapun mewarnai kuku dengan inai (daun pacar) adalah sunnah. Tetapi tidak boleh mewarnai kuku  dengan suatu yang bersifat keras dan menghalangi thaharah, adapun menyemir rambut bagi wanita, jika hal itu berupa uban maka boleh baginya menyemir tanpa dengan warna hitam.Diperkenankan memakai perhiasan emas dan perak akan tetapi tidak boleh menampakkan perhiasan itu pada laki-laki yang bukan mahramnya. 9. Wanita muslimah hendaknya menutup aurat 10. Tidak keluar rumah dengan memakai wangi-wangian 11. Tidak keluar rumah dengan bersolek Selengkapnya...

Rabu, 22 Desember 2010

ADAB WANITA SHALIHAH TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA


"Orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh ar Rahman, oleh karena itu kasihilah penduduk bumi maka niscaya penduduk langit akan mengasihi kalian...."

Keberadaan pembantu rumah tangga saat ini hampir dikatakan merupakan kebutuhan bagi setiap keluarga besar, terutama yang direpotkan dengan urusan karir atau jumlah anak yang banyak. Namun sayang  masih sedikit yang memahami adab-adab seputar pembantu rumah tangga.

Ada diantara yang menyamakan kedudukan pembantu dengan budak yang dibeli, sehingga bebas diperlakukan semaunya. Disisi lain ada juga yang mendudukkan mereka secara berlebihan, menyamakan mereka dengan anggota keluarga dalam hal hubungan sehari-hari. Tak jarang diantara mereka yang tidak memperlakukan hijab syariyah, membiarkan keberadaan pembantu berbaur dan bercampur dengan penghuni rumah yang bukan mahram, sehingga muncullah fitnah yang merusak rumah tangga. Contoh yang sering kita temui misalnya, seorang suami berselingkuh dengan pembantunya atau anak majikan, juragan wanita dengan sopir pribadinya.

Ada juga yang membuat aturan untuk menunjukkan perbedaan derajat manusia dari sisi kedudukannya, terutama dalam hal pakaian dan makanan, sang majikan dengan sengaja membuat makanan khusus untuk pembantunya dengan makanan yang kadar gizinya rendah. padahal majikan mampu untuk menyediakan yang layak.

Semua berawal dari kebodohan terhadap hukum-hukum dan adab-adab yang terkait dengan pembantu rumah tangga. Islam dengan konsepnya yang adil telah memberikan gambaran yang kongkret. antara lain :

1. Jangan menyuruh pembantu untuk mengerjakan pekerjaan yang diluar batas kemampuannya.

2. Bersikap lemah lembut, belas kasih dan penuh timbang rasa terhadap pembantu. Diriwayatkan bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw tentang pelayannya "Pelayan (pembantu rumah tangga) saya telah berbuat keburukan dan kezaliman." Maka Nabi saw bersabda: "Kamu harus memaafkannya tujuh puluh kali tiap-tiap hari." (HR.Baihaqi).

Dalam sebuah hadist qudsi,"Allah mewahyukan kepada Musa,"Bersikap welas asihlah, hingga Aku bersikap welas asih kepadamu. Sesungguhnya Aku Maha Pengasih. Barang siapa bersikap welas asih, aku akan mengasihi dan memasukkannya ke dalam surga.

Nabi SAW beliau bersabda : "Orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh ar Rahman, oleh karena itu kasihilah penduduk bumi maka niscaya penduduk langit akan mengasihi kalian. Dan rasa kasihan adalah sebuah jalan dari ar Rahman, barangsiapa yang menyambungnya maka ia akan tersambung untuknya, dan barangsiapa memutuskannya maka ia akan terputus untuknya." (HR. Ahmad)

3. Tidak menyakiti atau memukul pelayan. juga tidak mempersulit upah mereka, setelah semua pekerjaan mereka kerjakan dengan baik, dalam hal ini Rasulullah saw bersabda, "Berdosalah orang yang menahan pemberian pangan kepada orang yang menjadi tanggungannya." (HR. Bukhari).

4. Pastikan bahwa urusan kebajikan mereka terpelihara. misal ibadah fardhu jangan sampai dihalang-halangi. seperti sholat, puasa dan ibadah lainnya, demikian juga hak mereka untuk menjenguk keluarga. Sebab Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa yang merusak hubungan antara pelayannya dengan keluarganya, maka dia tidak termasuk golongan kami, Dan barangsiapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya, maka dia juga tidak termasuk golongan kami." (HR. Baihaqi).

5. Berikan upah sesuai dengan jerih payahnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw" Berikan upah kepada buruh sebelum mengering keringatnya." (HR. Abu Ya'la)

6. Tidak mencela meskipun pelayan anda berwajah buruk, atau agak lamban dalam bekerja, selama itu tidak merugikan, janganlah mencaci-maki atau mencelanya. Jika pelayan tidak bisa mengerjakan suatu pekerjaan, maafkan dan hendaklah bersikap lapang.

7. Penuhilah permintaannya jika pelayan meminta haknya, misalnya soal bayaran, handaknya majikan melayani sebagaimana mestinya. Begitu juga jika mereka meminta makan karena lapar, minta cuti karena sakit dan lainnya yang menjadi hak mereka.

8. Para pembantu mempunyai hak untuk makan dan minum sebagaimana majikannya, juga hal berpakaian.

9. Seorang majikan tidak diperkenankan untuk membeberkan aib mereka, sudah seharusnya kekurangan para pembantu itu diperbaiki.

10.Seorang majikan mempunyai kewajiban untuk memberikan pengajaran kepada pembantunya seputar kebenaran ibadah mereka. Jika sang pembantu belum mengenakan jilbab, maka majikan harus menuntunnya dan manasihatinya.

Demikian beberapa adab terhadap pembantu rumah tangga, semoga keberadaan pembantu di dalam rumah tangga kita bukan menjadi sumber fitnah, akan tetapi bisa menjadi ladang amal dalam mencari pahala disisi Allah swt.
Selengkapnya...

Senin, 20 Desember 2010

BUSANA WANITA SHALIHAH




Rasulullah saw bersabda :
Ada dua kelompok penghuni neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu para wanita yang berpakaian telanjang yang selalu bergoyang-goyang. Kepala mereka bagaikan punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak bisa mencium baunya….” ( HR. Muslim )



Aurat adalah sesuatu yang harus ditutup dengan pakaian. Banyak  diantara kita yang belum mengerti seperti apakah pakaian muslimah yang sesuai dengan ketentuan syar'i ?. Banyak remaja-remaja putri kita yang berjilbab tetapi menyedihkan sekali, baju dan celana mereka sangat ketat, ditambah lagi dengan jilbab gaulnya,  cara berbusana seperti ini bisa juga mendatangkan syahwat bagi laki-laki yang memandangnya.
 
Syarat-syarat busana muslimah :

1. Busana muslimah wajib menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

2. Pakaian tersebut harus menutup anggota badan yang ada di sebaliknya. Oleh karena itu tidak diperbolehkan menggunakan pakaian yang tipis kainnya, meskipun menutup seluruh tubuh, karena yang demikian masih menampakkan bentuk tubuh.

3. Pakaian yang digunakan tidak boleh terlalu sempit, sehingga tampak lekukan-lekukan tubuh.
Rasulullah saw bersabda :"Ada dua kelompok penghuni neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu para wanita yang berpakaian telanjang yang selalu bergoyang-goyang. Kepala mereka bagaikan punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak bisa mencium baunya….” ( HR. Muslim )

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menafsirkan kata-kata “Kasyifatun ‘Ariyatun” bahwa wanita itu menggunakan pakaian tetapi pakaian tersebut tidak dapat menutupi, sehingga kelihatan berpakaian tetapi kenyataannya telanjang. Ini seperti orang yang berpakaian tipis sehingga kulitnya kelihatan atau pakaian yang sempit sehingga lekuk-lekuk tubuhnya seperti pantat, lengan, dada masih tampak jelas.

4. Pakaian tersebut tidak boleh menyerupai pakaian laki-laki. Sesungguhnya Rasulullah saw melaknat wanita yang suka meniru-niru kaum laki-laki dan juga wanita yang menjadi seperti orang laki-laki.

5. Pakaian wanita itu harus tidak ada perhiasan yang tampak yang dapat memancing pemandangan orang ketika ia berada diluar rumah. Dengan kata lain bahwa pakaian itu tidak bertujuan untuk bertabarruj.

6. Busana muslimah tidak boleh berbau parfum atau minyak wangi ketika keluar rumah. Rasulullah saw bersabda :“Apabila wanita memakai wangi-wangian, kemudian ia berjalan melalui majelis laki-laki, maka dia itu begini dan begini, yaitu pelacur.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

7. Busana muslimah tidak boleh serupa denga pakaian orang-orang kafir.  (dilarang untuk tasyabbuh dengan mereka).

HIKMAH DAN MANFAAT BUSANA WANITA SHALIHAH

1. Menjadikan seorang muslimah semakin mendekatkan diri kepada Allah, karena dengan menggunakan busana tersebut ia telah beribadah kepada Allah.

2. Dapat menghindarkan diri dari pergaulan bebas dan menghindarkan fitnah

3. Berfungsi sebagai identitas seorang muslimah yang taat kepada Allah, maka meninggalkannya merupakan wujud pembangkangan terhadap ketentuan Allah.

4. Menjaga dan melindungi martabat dan kehormatan wanita, melindungi dari godaan laki-laki yang hatinya berpenyakit.

5. Dapat menjaga pandangan dan kemaluan.

6. Melindungi kesehatan rambut dan kulit.

Sumber : menjadi wanita shalihah :Divisi kelompok telaah kitab ar risalah,Ummu Syafa Suryani Arfah dan Abu Fatiah Al Adnani
Selengkapnya...

Sabtu, 18 Desember 2010

CIRI-CIRI WANITA AHLI SURGA

 Apakah ciri-ciri wanita ahli surga ?

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?
 
Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia. Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Di antara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :  


1. Bertakwa.

2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul- Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.

4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.

5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.

6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.

7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.

8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.

9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang yg menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.

10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.

11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.

12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).

13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.

14. Berbakti kepada kedua orang tua.

15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman :“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13).

Wallahu A’lam Bis Shawab.
Selengkapnya...

Rabu, 15 Desember 2010

BAHAYA GHIBAH

“Dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian kamu yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ?” (Al-Hujurat:12)

Ajaran Islam sangat menekankan tegaknya prilaku dan akhlak yang baik  pada diri pribadi maupun masyarakat. Seseorang yang ingin mengharapkan “bertemu” dengan Rabb-nya, selain kalbunya harus selalu terkonsentrasi kepada Allah SWT, juga harus bersih dari sifat-sifat yang tercela dan terisi dengan segala sifat yang terpuji. Maka untuk mewujudkan perlu usaha riyadhah dan mujahadah. Riyadhah adalah melatih diri dengan segala sifat terpuji, agar melekat pada diri seseorang. Sedangkan mujahadah adalah berjuang melawan hawa nafsu yang selalu menarik orang berbuat dosa.

 Keduanya cukup berat dalam pelaksanaan, tetapi akhirnya membahagiakan. Keduanya amat berat dirasakan oleh orang yang mempunyai karakter banyak bicara dalam mengatur pembicaraanya, agar tidak berbohong yang membawa dosa. Dalam kaitan inilah, akan mudah dipahami sebuah tamtsil Al-Ghazali, yang dikutib dari kitabnya yang monumental Ihya’ Ulumuddin, yang berbunyi: man katsura kalamuhu katsura kidzbuh, yang secara harfiyah berarti barangsiapa yang banyak perkataannya, niscaya banyak pula dustanya. Ini mengisyaratkan kepada kita tentang besarnya bahaya perkataan yang disebabkan oleh penggunaan lidah seseorang dalam kehidupan bila tidak terkontrol. Status lidah adalah yang utama dibandingkan anggota lainnya dari tubuh manusia. Lidah manusia merupakan satu nikmat Allah yang besar dan penuh misteri. Bentuknya kecil, tetapi besar pahala dan dosa yang ditimbulkannya. Iman dan kufur tidak dianggap ada kecuali dituturkan oleh lidah --selain diyakini oleh hati tentunya. Padahal iman dan kufur adalah puncak perbuatan taat dan maksiat.

 Maka dari itu, perlu kiranya diangkat tentang bahaya – bahaya lidah ini, sebagai pelajaran bagi kita agar kita tidak terjebak ke dalamnya. Di antara penyakit lidah dalam perkataan adalah ghibah. Penyakit ini merajalela di mana-mana baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, karena kurangnya pengetahuan agama dan kontrol diri, sehingga seakan–akan saat kita melakukan perbuatan itu pun tidak merasa itu adalah ghibah dan kita berdosa karenanya.

 Hakekat Ghibah

Ghibah adalah membicarakan orang lain dengan hal yang tidak disenanginya bila ia mengetahuinya, baik yang disebut-sebut itu kekurangan yang ada pada badan, nasab, tabiat, ucapan maupun agama hingga pada pakaian, rumah atau harta miliknya yang lain. Menyebut kekurangannya yang ada pada badan seperti mengatakan ia pendek, hitam, kurus dan lain sebagainya dan sering pula ini dijadikan sebagai nama julukan baginya. Atau pada agamanya seperti mengatakan ia pembohong, fasik, munafik dan lain-lain. Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah, dan saat diperingatkan ia menjawab: “Yang saya katakan ini benar adanya!”  Padahal Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan perbuatan tersebut adalah ghibah. Ketika ditanyakan kepada beliau, bagaimana bila yang disebut-sebut itu memang benar adanya pada orang yang sedang digunjingkan, beliau menjawab: “Jika yang engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut, maka engkau telah melakukan ghibah, dan jika yang engkau sebut tidak ada pada orang yang engkau sebut, maka engkau telah melakukan dusta atasnya.” (HR. Muslim)

 Ghibah tidak terbatas dengan lisan saja, namun juga bisa terjadi dengan tulisan atau isyarat seperti kerdipan mata, gerakan tangan, cibiran bibir dan sebagainya. Sebab intinya adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain. Suatu ketika ada seorang wanita datang kepada ‘Aisyah r.a. Ketika wanita itu sudah pergi, ‘Aisyah mengisyaratkan dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu berbadan pendek. Rasulullah SAW lantas bersabda: “Engkau telah melakukan ghibah!”. Semisal dengan ini adalah gerakan memperagakan orang lain seperti menirukan cara jalan seseorang, cara berbicaranya dan lain-lain. Bahkan yang demikian ini lebih parah daripada ghibah, karena di samping mengandung unsur memberitahu kekurangan orang, juga mengandung tujuan mengejek atau meremehkan.

Tak kalah meluasnya adalah ghibah dengan tulisan (media), karena tulisan adalah lisan kedua. Media massa sudah tidak segan dan malu-malu lagi membuka aib seseorang yang paling rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian, sensor perasaan malu masyarakat menurun sampai pada tingkat yang paling rendah. Aib tidak lagi dirasakan sebagai aib yang seharusnya ditutupi, perbuatan dosa menjadi makanan sehari-hari. Dipublikasikannya berita-berita tentang kejahatan dan segala bentuk kriminal baik di media massa, televisi, situs internet dan media lainnya merupakan bentuk dari ghibah dan membongkar aib seseorang. Akibat pemberitaan ini, maksiat menjadi tidak tabu lagi di mata masyarakat sebab mereka selalu dicekoki berita seputar kriminal. Dan secara langsung maupun tidak langsung media-media tersebut telah turut andil dalam mendidik masyarat untuk berbuat kriminal. Padahal maksiat semestinya harus ditutupi. Dan bagi yang mengatahuinya, sebisa mungkin jangan membritahukan kepada orang lain sebagaimana yang Rasulullah SAW pesankan dalam banyak haditsnya.

Macam dan Bentuk Ghibah

Ghibah mempunyai berbagai macam dan bentuk, yang paling buruk adalah ghibah yang disertai dengan riya’ seperti mengatakan: “Saya berlindung kepada Allah dari perbuatan yang tidak tahu malu semacam ini, semoga Allah menjagaku dari perbuatan itu.” Padahal maksudnya mengungkapkan ketidaksenangannya kepada orang lain, namun ia menggunakan ungkapan doa untuk mengutarakan maksudnya. Kadang orang melakukan ghibah dengan cara pujian, seperti mengatakan: “Betapa baik orang itu, tidak pernah meninggalkan kewajibannya, namun sayang ia mempunyai perangai seperti yang banyak kita miliki, kurang sabar.” Ia menyebut juga dirinya dengan maksud mencela arang lain dan mengisyaratkan dirinya termasuk golongan orang-orang shalih yang selalu menjaga diri dari ghibah. Bentuk ghibah yang lain misalnya mengucapkan:”Saya kasihan terhadap teman kita yang selalu diremehkan ini. Saya berdoa kepada Allah agar dia tidak lagi diremehkan.” Ucapan semacam ini bukanlah do’a, karena jika ia menginginkan doa untuknya, tentu ia akan mendoakannya dalam kesendiriannya dan tidak mengutarakannya semacam itu.

Ghibah yang diperbolehkan

Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang benar, dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan ghibah. Setidaknya ada enam jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang benar, dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan ghibah.

Pertama : Melaporkan perbuatan aniaya. Orang yang teraniaya boleh melaporkan kepada hakim dengan mengatakan ia telah dianiaya oleh seseorang. Pada dasarnya ini adalah perbuatan ghibah, namun karena dimaksudkan untuk tujuan yang benar, maka hal ini diperbolehkan dalam agama.

Kedua: Usaha untuk mengubah kemungkaran dan membantu seseorang keluar dari dari perbuatan maksiat, seperti mengutarakan kepada orang yang mempunyai kekuasaan untuk mengubah kemungkaran. “Si Fulan telah berbuat tidak benar, cegahlah dia !”. Maksudnya adalah meminta orang lain untuk mengubah kemungkaran. Jika tidak bermaksud demikian , maka ucapan tadi adalah ghibah yang diharamkan.

Ketiga: Untuk tujuan meminta nasehat. Misalnya dengan mengucapkan : “Ayah saya telah berbuat begini kepada saya, apakah perbuatannya itu diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan demikian lagi? Bagaimana cara mendapatkan hak saya?”. Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi lebih selamat bila ia mengutarakannya dengan ungkapan misalnya: “Bagaimana hukum-nya bila ada seseorang yang berbuat begini kepada anaknya, apakah hal itu diperboleh-kan?” Ungkapan semacam ini lebih selamat karena tidak menyebut orang tertentu.

Keempat: Untuk memperingatkan atau menasehati kaum muslimin. Contoh dalam hal ini adalah jarh (menyebut cela perawi hadits) yang dilakukan para ulama hadits. Hal ini diperbolehkan menurut ijma’ ulama, bahkan menjadi wajib karena mengandung maslahat untuk umat islam.

Kelima: Bila seseorang berterus terang dengan menunjukkan kefasikan dan kebid’ahan, seperti minum arak, berjudi dan lain sebagainya, maka boleh menyebut seseorang tersebut dengan sifat yang dimaksudkan, namun ia tidak boleh menyebutkan aibnya untuk umat islam.

Keenam: Untuk memberi penjelasan dengan suatu sebutan yang telah masyhur pada diri seseorang.


Taubat dari Ghibah

Untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan penyakit yang sulit dideteksi dan sulit diobati ini, ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan.    

Pertama: Selalu mengingat bahwa perbuatan ghibah adalah penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah serta turunnya adzab dariNya.

Kedua:Bahwasannya timbangan kebaikan pelaku ghibah akan pindah kepada orang yang akan digunjingkannya. Jika ia tidak mempunyai kebaikan sama sekali, maka diambilkan dari timbangan kejahatan orang yang digunjingkannya dan ditambahkan kepada timbangan kejahatannya. Jika mengingat hal ini selalu, niscaya seseorang akan berpikir seribu kali untuk melakukan perbuatan ghibah.

Ketiga: Hendaknya orang yang melakukan ghibah mengingat dulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha memperbaikinya. Dengan demikian akan timbul perasaan malu pada diri sendiri bila membuka aib orang lain, sementara dirinya sendiri masih mempunyai aib.

Keempat: Jika aib orang yang hendak digunjingkan tidak ada pada dirinya sendiri, hendaknya ia segera bersyukur kepada Allah karena Dia telah menghindarkannya dari aib tersebut, bukannya malah mengotori dirinya dengan aib yang lebih besar yang berupa perbuatan ghibah.`

Kelima: Selalu ingat bila ia membicarakan saudaranya, maka ia seperti orang yang makan bangkai  saudaranya   sendiri, seba gaimana yang difirmankan Allah SWT: “Dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang telah mati?” (Al-Hujuraat : 12).

Keenam: Hukumnya wajib mengi-ngatkan orang yang sedang melakukan ghibah, bahwa perbuatan tersebut hukum-nya haram dan dimurkai Allah.

Ketujuh: Selalu mengingat ayat-ayat dan hadits-hadits yang melarang ghibah dan selalu menjaga lisan agar tidak terjadi ghibah.

 Semoga kita termasuk hamba yang selalu memelihara lidah dan perkataan dari perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji yang hanya menjauhkan kita dari Ridla-Nya dan mendekatkan pada siksa-Nya.

Akhirnya marilah kita berdo’a semoga kita diberikan petunjuk bahwa yang benar itu benar dan diberikan kekuatan untuk melaksanakannya. Dan diberikan petunjuk bahwa yang bathil itu itu bathil dan diberikan kekuatan untuk menjauhinya. Amin.

Sumber : alhikmah.com -

Selengkapnya...

TENTANG WANITA SHALIHAH



Rasulullah Saw. bersabda : Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah . (HR. Muslim).

Sungguh sangat beruntung bagi wanita shalihah di dunia ini. Ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Kalau pun ia wafat, maka Allah akan menjadikannya bidadari di syurga nanti.

Allah berfirman dalam QS. An Nuur ayat 30-31, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara farji (kemaluan) - nya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara farji- nya dan janganlah mereka menampakkan perhiasan kecuali yang biasa nampak dari padanya.

Ciri khas seorang wanita shalihah adalah ia mampu menjaga pandangannya. Ciri lainnya, dia senantiasa taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah memperbanyak dzikir kepada Allah di mana pun berada. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al Quran.

Jika seorang muslimah menghiasi dirinya dengan perilaku takwa, akan terpancar cahaya keshalihahan dari dirinya.

Wanita shalihah tidak mau kekayaan termahalnya berupa iman akan rontok. Dia juga sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang wanita shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan sesuatu kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi.

Dia sadar betul bahwa kemuliaannya justru bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah). Wanita shalihah itu murah senyum, karena senyum sendiri adalah shadaqah. Namun, tentu saja senyumnya proporsional. Tidak setiap laki-laki yang dijumpainya diberikan senyuman manis. Intinya, senyumnya adalah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain. Bisa dibayangkan jika kaum wanita kerja keras berlatih senyum manis semata untuk meluluhkan hati laki-laki.

Wanita shalihah juga harus pintar dalam bergaul dengan siapapun. Dengan pergaulan itu ilmunya akan terus bertambah, sebab ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik sehingga hal itu berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain. Pendek kata, hubungan kemanusiaan dan taqarrub kepada Allah dilakukan dengan sebaik mungkin. Ia juga selalu menjaga akhlaknya. Salah satu ciri bahwa imannya kuat adalah dari kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya akan selalu terkontrol. Tidak akan ia berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al Quran dan As Sunnah. Dan tentu saja godaan setan bagi dirinya akan sangat kuat. Jika ia tidak mampu melawan godaan tersebut, maka bisa jadi kualitas imannya berkurang. Semakin kurang iman seseorang, maka makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, maka makin buruk kualitas akhlaknya.

Lantas apa ciri-ciri wanita shalihah itu..?

Pertama, ia wanita yang paling taat kepada Allah SWT. Ketaatannya melebihi kepada apapun yang mesti ditaati.

Kedua, ia senantiasa menyerahkan segala urusan hidupnya kepada hukum dan syariat Allah SWT.
Ketiga, ia senantiasa menjadikan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber hukum dalam mengatur seluruh aspek kehidupannya.

Keempat, ibadahnya baik dan memiliki akhlak serta budi perketi yang mulia.
Kelima, tidak hobi berdusta, bergunjing dan riya’.

Keenam, berbuat baik dan berbakti kepada orangtuanya. Ia senantiasa mendoakan orangtuanya, menghormati mereka, menjaga dan melindungi keduanya.

Ketujuh, taat kepada suaminya. Menjaga harta suaminya dan mendidik anak-anaknya dengan kehidupan yang islami.
Kedelapan, jika dilihat menyenangkan, bila dipandang menyejukkan, dan menentramkan bila berada di dekatnya. Hati akan tenang bila meninggalkanya ketika pergi.

Kesembilan, melayani suaminya dengan baik, berhias hanya untuk suaminya, pandai membangkitkan dan memotifasi suaminya untuk berjuang membela agama Allah SWT.

Kesepuluh, ia tidak gemar bermewah-mewah dengan dunia, tawadhu dan bersikap sederhana.
Kesebelas, memiliki kesabaran luar biasa atas janji-janji Allah SWT. Ia tidak berhenti belajar untuk bekal hidupnya.

Itulah sekelumit catatan mengenai karakteristik wanita shalihah. Semoga kita dapat meneladaninya, sehingga jannah-lah tempat tinggal kita kelak di akhirat. Alllahumma amin.
Sumber karya :
* Aa' Gym
* Nur Aminah, aktivis Muslimah Pondok Pesantren As-Syifa Ciamis, Jawa Barat
Selengkapnya...

Sabtu, 11 Desember 2010

SAKINAH MAWADDAH DAN RAHMAH


Pernikahan artinya menjalin kecintaan dan kerjasama, mendahulukan kepentingan orang lain dan pengorbanan, ketentraman dan mawaddah, hubungan rohani yang mulia dan keterikatan jasad yang disyari'atkan.

Pernikahan artinya rumah yang tiangnya adalah Adam dan Hawwa, dan dari keduanya terbentuk keluarga-keluarga dan keturunan-keturunan, lalu rumah-rumah, lalu komunitas, lalu muncul berbagai bangsa dan negara. Dalam hal ini, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah." (al-Furqan:54).

Mushaharah yaitu hubungan kekeluargaan yang disebabkan oleh ikatan perkawinan, seperti menantu, mertua, ipar, dan sebagainya.

Pernikahan adalah benteng yang dapat menekan kejalangan nafsu seksual seseorang, mendorong keinginan syahwatnya, menjaga kemaluan dan kehormatannya serta menghalanginya dari keterjerumusan ke dalam lubang-lubang maksiat dan sarang-sarang perbuatan keji.

Kita melihat bagaimana al-Qur'an membangkitkan pada diri masing-masing pasangan suami-istri suatu perasaan bahwa masing-masing mereka saling membutuhkan satu sama lain dan saling menyempurnakan kekurangan.

Sesungguhnya wanita adalah ran ting dari laki-laki dan laki-laki adalah akar bagi wanita. Karena itu, akar selalu membutuhkan ranting dan ran ting selalu membutuhkan akar." Mengenai hal ini, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya." (al-A'raf:189).

Yang dimaksud dengan diri yang satu adalah Adam dan yang dimaksud istrinya adalah Hawwa. Karena itu, pernikahan menurut Islam bukan hanya sekedar menjaga keutuhan jenis manusia saja, tetapi lebih dari itu adalah menjalankan perintah Allah subhanahu wata’ala sebagaimana dalam firman-Nya, artinya,
"Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi."(an-Nisa`:3)

Di bawah naungan ajaran Islam, kedua pasangan suami istri menjalani hidup mereka dalam kesenyawaan dan kesatuan dalam segala hal; kesatuan perasaan, kesatuan hati dan dorongan, kesatuan cita-cita dan tujuan akhir hidup dan lain-lain.

Di antara keagungan al-Qur'an dan kesempurnaannya, kita melihat semua makna tersebut, baik yang sempat terhitung atau pun tidak, tercermin pada satu ayat al-Qur'an, yaitu:
"Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka." (al-Baqarah:187)

Makna Sakinah, Mawaddah dan Rahmah

Al-Qur'an telah menggambarkan hubungan insting dan perasaan di antara kedua pasangan suami-istri sebagai salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah dan nikmat yang tidak terhingga dari-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (ar-Rum:21)

Kecenderungan dan rasa tentram suami kepada istri dan kelengketan istri dengan suaminya merupakan hal yang bersifat fitrah dan sesuai dengan instingnya. Ayat ini merupakan pondasi kehidupan yang diliputi suasana perasaan yang demikian sejuk. Isteri ibarat tempat suami bernaung, setelah perjuangannya seharian demi mendapatkan sesuap nasi, dan mencari penghiburnya setelah dihinggapi rasa letih dan penat. Dan, pada putaran akhirnya, semua keletihannya itu ditumpahkan ke tempat bernaung ini. Ya, kepada sang istri yang harus menerimanya dengan penuh rasa suka, wajah yang ceria dan senyum. Ketika itulah, sang suami mendapatkan darinya telinga yang mendengar dengan baik, hati yang welas asih dan tutur kata yang lembut.

Profil wanita shalihah ditegaskan melalui tujuan ia diciptakan, yaitu menjadi ketentraman bagi laki-laki dengan semua makna yang tercakup dalam kata "Ketentraman (sakinah) itu. Dan, agar suatu ketentraman dikatakan layak, maka ia (wanita) harus memiliki beberapa kriteria, di antara yang terpenting; Pemiliknya merasa suka bila melihat padanya; Mampu menjaga keluarga dan hartanya; Tidak membiarkan orang yang menentang nya tinggal bersamanya.

Terkait dengan surat ar-Rûm, ayat 21 di atas, ada beberapa renungan:

Renungan Pertama. Abu al-Hasan al-Mawardy berkata mengenai makna, "Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (ar-Rum:21). Di dalam ayat ini terdapat empat pendapat:
Pertama, bahwa arti Mawaddah (rasa kasih) adalah al-Mahabbah (kecintaan) sedangkan arti Rahmah (rasa sayang) adalah asy-Syafaqah (rasa kasihan).
Ke-dua, bahwa arti Mawaddah adalah al-Jimâ' (hubungan badan) dan Rahmah adalah al-Walad (anak).
Ke-tiga, bahwa arti Mawaddah adalah mencintai orang besar (yang lebih tua) dan Rahmah adalah welas asih terhadap anak kecil (yang lebih muda).
Ke-empat, bahwa arti keduanya adalah saling berkasih sayang di antara pasangan suami-isteri. (al-Mawardy: an-Nukat Wa al-'Uyûn)

Ibn Katsir berkata, "Di antara tanda kebesaran-Nya yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan kekuasaan-Nya, Dia menciptakan wanita yang menjadi pasangan kamu berasal dari jenis kamu sendiri sehingga kamu cenderung dan tenteram kepadanya. Andaikata Dia menjadikan semua Bani Adam (manusia) itu laki-laki dan menjadikan wanita dari jenis lain selain mereka, seperti bila berasal dari bangsa jin atau hewan, maka tentu tidak akan terjadi kesatuan hati di antara mereka dan pasangan (istri) mereka, bahkan sebaliknya membuat lari, bila pasangan tersebut berasal dari lain jenis. Kemudian, di antara kesempurnaan rahmat-Nya kepada Bani Adam, Dia menjadikan pasangan mereka dari jenis mereka sendiri dan menjadikan di antara sesama mereka rasa kasih (mawaddah), yakni cinta dan rasa sayang (rahmah), rasa kasihan. Sebab, bisa jadi seorang laki-laki mengikat wanita karena rasa cinta atau kasih terhadapnya hingga mendapat kan keturunan darinya atau ia (si wanita) butuh kepadanya dalam hal nafkah atau agar terjadi kedekatan hati di antara keduanya, dan lain sebagainya" (Tafsir Ibn Katsir)

Renungan ke Dua. Mari kita renungi sejenak firman-Nya, "dari jenismu sendiri." Istri adalah manusia yang mulia di mana terjadi persamaan jenis antara dirinya dan suami, sedangkan laki-laki memiliki tingkatan Qiwâmah (kepempimpinan) atas wanita (baca: al-Baqarah:228).

Kepemimpinan suami bukan artinya bertindak otoriter dengan membungkam pendapat orang lain (istri,red). Kepemimpinannya itu ibarat rambu lalu lintas yang mengatur perjalanan tetapi tidak untuk memberhentikannya. Karena itu, kepemimpinan laki-laki tidak berarti menghilangkan peran wanita dalam berpendapat dan bantuannya di dalam membina keluarga.

Renungan ke Tiga. Rasa aman, ketenteraman dan kemantapan dapat membawa keselamatan bagi anak-anak dari setiap hal yang mengancam eksistensi mereka dan membuat mereka menyimpang serta jauh dari jalan yang lurus, sebab mereka tumbuh di dalam suatu 'lembaga' yang bersih, tidak terdapat kecurangan maupun campur tangan, di dalamnya telah jelas hak-hak dan arah kehidupan, masing-masing individu melakukan kewajiban nya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
"Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang dipimpinnya." 

Kepemimpinan sudah ditentukan dan masing-masing individu sudah rela terhadap yang lainnya dengan tidak melakukan hal yang melampaui batas. Inilah makna firman-Nya dalam surat an-Nisâ`, ayat 34.

Renungan ke Empat. Masing-masing pasangan suami-isteri harus saling menghormati pendapat yang lainnya. Harus ada diskusi yang didasari oleh rasa kasih sayang tetapi sebaiknya tidak terlalu panjang dan sampai pada taraf berdebat. Sebaiknya pula salah satu mengalah terhadap pendapat yang lain apalagi bila tampak kekuatan salah satu pendapat, sebab diskusi obyektif yang diasah dengan tetesan embun rasa kasih dan cinta akan mengalahkan semua bencana demi menjaga kehidupan rumah tangga yang bahagia.

Renungan ke Lima. Rasa kasih dan sayang yang tertanam sebagai fitrah Allah subhanahu wata’ala di antara pasangan suami-isteri akan bertambah seiring dengan bertambahnya kebaikan pada keduanya. Sebaliknya, akan berkurang seiring menurunnya kebaikan pada keduanya sebab secara alamiah, jiwa mencintai orang yang memperlaku kanya dengan lembut dan selalu berbuat kebaikan untuknya. Nah, apalagi bila orang itu adalah suami atau isteri yang di antara keduanya terdapat rasa kasih dari Allah subhanahu wata’ala, tentu rasa kasih itu akan semakin bertambah dan menguat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Dunia itu adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangannya adalah wanita shalihah." 

Renungan ke Enam. Kesan terbaik yang didapat dari rumah tangga Nabawi adalah terjaganya hak dalam hubungan suami-isteri baik semasa hidup maupun setelah mati. Hal ini dapat terlihat dari ucapan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tercinta, 'Aisyah radhiyallahu ‘anha yang begitu cemburu terhadap Khadijah radhiyallahu ‘anha, istri pertama beliau padahal ia sudah wafat dan belum pernah dilihatnya. Hal itu semata karena beliau sering mengingat kebaikan dan jasanya.

Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan rumah tangga kaum Muslimin rumah tangga yang selalu diliputi sakinah, mawaddah dan rahmah. Dan hal ini bisa terealisasi, manakala kaum Muslimin kembali kepada ajaran Rasul mereka dan mencontoh kehidupan rumah tangga beliau.

Sumber: Tsulâtsiyyah al-Hayâh az-Zawjiyyah: as-Sakan, al-Mawaddah, ar-Rahmah karya Dr.Zaid bin Muhammad ar-Rummany. (Abu Hafshah) 
Selengkapnya...

Rabu, 08 Desember 2010

MASUK SYURGA LEWAT PINTU MANA YANG DISUKAI


Menyempurnakan wudhu kemudian membaca do'a setelah wudhu ini






(TIRMIDZI – 50) : telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad bin Imran Ats Tsa’labi Al Kufi berkata, telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hubab dari Mu’awiyah bin Shalih dari Rabi’ah bin Yazid Ad Dimasyqi dari Abu Idris Al Khaulani dan Abu Utsman dari Umar bin Khaththab ia berkata;Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa berwudlu dan menyempurnakan wudlunya kemudian membaca; ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHUU LAA SYARIIKALAHU WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHU WA RASUULUHU, ALLAAHUMMAJ’ALNI MINAT TAWWAABIINA WAJ’ALNI MINAL MUTATAHHIRIIN (aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mensucikan diri),niscaya akan dibukakan baginya delapan pintu surga, ia dipersilahkan masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki. Selengkapnya...